Kamis, 06 November 2014

MASYARAKAT DAN BUDAYA MATARAMAN


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Budaya Jawa Mataraman
            Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Masyarakat Jawa Mataraman memiliki produk kebudayaan yang tidak jauh berbeda dari komunitas Jawa yang tinggal di Surakarta dan Yogyakarta. Masyarakat Jawa Mataraman mempunyai pola kehidupan sehari-hari sebagaimana pola kehidupan orang Jawa pada umunya. Tlatah ini dapat dibedakan lagi ke dalam subwilayah kebudayaan yang lebih kecil. Budayawan Dwi Cahyono membaginya menjadi Mataraman Kulon (Barat),Mataraman Wetan (Timur), dan Mataraman Pesisir. Pembagian ini didasarkan pada jejak sejarah dan budaya lokal yang berkembang di sana. Bahasa menjadi ciri yang paling mudah untuk membedakan ketiganya. Dari segi kedekatan budayanya dengan Jawa Tengah, Mataram Kulon lebih kuat. Bahasa sehari-hari yang digunakan lebih halus dibandingkan Mataram Wetan. Wilayahnya merupakan bekas Keresidenan Madiun. Masyarakat Jawa Mataraman ini pada umumnya masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Ngawi, Kabupaten dan Kota Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten dan Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.

2.2. Kesenian khas
Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan dan Angling Darma. Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman yang berarti bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Sedangkan selera berkesenian masyarakat ini sama dengan selera berkesenian masyarakat Jawa pada umumnya. Dalam masyarakat Jawa Mataraman ini banyak jenis kesenian seperti ketoprak, wayang purwa, campur sari, tayub, wayang orang, dan berbagai tari yang berkaitdengan keraton seperti tari Bedoyo Keraton.


2.3 Adat Istiadat

            Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan. Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako’ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam keluarga wanita. Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.

2.4. Tradisi Politik

Ciri sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap tradisi politiknya. Pengaplingan politik berlaku pula di sini. Masyarakat di tlatah Mataraman dari sejak 1955 hingga 2004 selalu ”loyal” kepada partai-partai nasionalis.
Orang Mataraman tidak suka yang mencolok-colok, misalnya Islam yang terlaluIslam itu tidak suka karena dianggap tidak nasionalis. Jadi, partai-partai yang berlabelnasionalis akan laku di masyarakat jawa Mataraman.Sebaliknya, mayoritas masyarakat di tlatah Madura dan Pandalungan lebih loyalkepada pada partai yang berbasis massa Islam Nahdlatul Ulama, seperti Partai KebangkitanBangsa. Ulama dan kiai masih menjadi tokoh panutan di sana. Pengaruhnya pun ikutmerambah ke ranah pilihan politik warganya.
Dengan demikian, ”kuali peleburan” telah membentuk Jatim menjadi unik. Menjadikannya berbeda dengan saudara Jawa lainnya, Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Baik sisi budaya maupun politiknya.

2.5. Sistem Sosial

Masyarakat Jawa Mataraman memiliki produk kebudayaan yang tidak jauh berbedadari komunitas Jawa yang tinggal di Surakarta dan Yogyakarta. Masyarakat Jawa Mataraman mempunyai pola kehidupan sehari-hari sebagaimana pola kehidupan orang Jawa pada umunya. Pola bahasa Jawa yang digunakan, meskipun tidak sehalus masyarakat Surakarta dan Yogyakarta, mendekati kehalusan dengan masyarakat Jawa yang terpengaruh kerajaan Mataram di Yogyakarta. Di jawa timur bahasa yang digunakan yaitu bahasa jawa namun bahasa jawa yangdigunakan di Jawa Timur memiliki beberapa dialek/logat. Di daerah Mataraman (eks-Karesidenan Madiun dan Kediri), Bahasa Jawa yang digunakan hampir sama dengan Bahasa Jawa Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Bahasa Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa ("dialek Mataraman") dan dijuluki "bahasa ngapak" karena ciri khas bunyi /k/ yang dibaca penuh pada akhir kata (berbeda dengan dialek Mataraman yang dibaca sebagai glottal stop). Contoh bahasa pada masyarakat jawa mataraman, istilah "sira" dalam bahasa Mataraman menunjukkan posisi paling rendah di bawah "panjenengan" atau "paduka". Kata "isun" menunjukkan derajat tertinggi, yang bisa menggunakan "isun" hanyaraja. Di daerah pesisir utara bagian barat (Tuban dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa yang digunakan mirip dengan yang dituturkan di daerah Blora-Rembang di Jawa Tengah. Begitu pula pola cocok tanam dan sistem sosial yang dianut sebagaimana pola masyarakat Surakarta dan Yogyakarta. Pola cocok tanam dan pola hidup di pedalaman Jawa Timur, disebagian besar, memberi warna budaya Mataraman tersendiri bagi masyarakat ini.